AKUNTANSI BIAYA : PENJURNALAN BARANG CACAT (SPOILAGE GOODS)
A. Barang Cacat (Spoilage)
Menurut Hartanto (1992:388) mengungkapkan bahwa produk rusak adalah "merupakan unit - unit yang karena keadaan fisiknya tidak dapat dilakukan sebagai produk dan harus dibuang atau dijual dengan harga jauh dibawah harga jual akhir". Spoilage
merupakan barang cacat, berbeda dengan bahan baku sisa. Barag cacat yaitu
barang yang telah selesai atau setengah selesai, namun dalam beberapa hal
tertentu ada cacat di sana. Barang cacat dari aspek teknis tidak dapat
diperbaiki atau dapat diperbaiki, akan tetapi secara ekonomis tidaklah
menguntungkan.
Biaya dari kecacatan barang menjadi
tanggung jawab pelanggan dan dimasukkan ke dalam akun persediaan barang cacat. Bagian dari tanggung jawab pelanggan yaitu
menanggung nilai pembelian yang lebih besar dari yang seharusnya. Contoh dari
barang – barang cacat ini ialah seperti kemeja rusak, celana jeans rusak,
sepatu mudah rusak dan karpet dijual sebagai “detik”, atau kaleng aluminium yang cacat kemudian dijual kepada
produsen aluminium untuk dileburkan lalu menghasilkan produk aluminium lainnya.
Meskipun barang cacat didefinisikan
sebagai unit selesai atau setengah selesai yang cacat, akan tetapi cacat dalam
hal tertentu seperti barang cacat yang tidak dapat diperbaiki secara teknis
maupun ekonomis, barang cacat yang disebabkan oleh pelanggan (misal pelanggan
yang mengubah permintaan spesifikasi setelah produksi dilakukan atau keharusan
memproduksi dalam toleransi yang sangat ketat, diantaranya yaitu :
1. Biaya
ini tidak boleh dianggap biaya mutu, akan tetapi pelanggan harus membayarnya.
2. Biaya
yang tidak dapat tertutup dari penjualan barang cacat sebaiknya dibebankan
kepada pelanggan melalui biaya pemesanan. Jadi, nilai sisa barang cacat dikeluarkan
dari biaya pesanan. Akan tetapi, sisa biaya yang tidak dapat tertutup oleh
nilai sisa tersebut tetap sebagai biaya pesanan.
Contohnya semisal PT. Mirai Cheung
Perwira melakukan produksi sebanyak 1.000 kursi dengan spesifikasi desain
khusus untuk Rin Restaurant berdasarkan pesanan nomor 875.
Setelah 200 kursi selesai diproduksi, secara tiba – tiba pelanggan mengubah spesifikasi desain kursi. Dengan demikian, 200 kursi tersebut tidak dapat digunakan pelanggan atau tidak dapat diperbaiki lagi.
Akan tetapi, PT. Mirai Cheung Perwira dapat menjual 200 kursi yang tidak dapat digunakan oleh pelanggan tersebut seharga $10 per unit atau totalnya sebesar $2.000. Tambahan 200 kursi lagi untuk memenuhi permintaan dengan spesifikasi desain baru tersebut sehingga total kursinya menjadi 1.200 kursi. Total biaya yang dibebankan ke dalam pesanan nomor 875 yaitu :
Setelah 200 kursi selesai diproduksi, secara tiba – tiba pelanggan mengubah spesifikasi desain kursi. Dengan demikian, 200 kursi tersebut tidak dapat digunakan pelanggan atau tidak dapat diperbaiki lagi.
Akan tetapi, PT. Mirai Cheung Perwira dapat menjual 200 kursi yang tidak dapat digunakan oleh pelanggan tersebut seharga $10 per unit atau totalnya sebesar $2.000. Tambahan 200 kursi lagi untuk memenuhi permintaan dengan spesifikasi desain baru tersebut sehingga total kursinya menjadi 1.200 kursi. Total biaya yang dibebankan ke dalam pesanan nomor 875 yaitu :
Bahan
baku 22.000
Tenaga
kerja 5.500
BOP 11.000
Total
Biaya Pesanan 38.500
Penjurnalan
:
Persediaan
barang cacat 2.000
Harga
pokok penjualan 36.500
Barang dalam proses 38.500
PT. Mirai Cheung Perwira biasanya menjual hasil
produksinya dengan harga 150% dari biaya. Maka, Rin Restaurant akan ditagih sebesar $54.750. Penjurnalan atas transaksi tersebut yaitu
sebagai berikut :
Kas 54.750
Penjualan 54.750
Ketika barang cacat dijual, maka jurnalnya :
Kas 2.000
Persediaan
Barang Cacat 2.000
Barang cacat
yang disebabkan oleh kegagalan internal, misal karena kecerobohan karyawan atau
mesin yang telah usang. Maka, proses pencatatan barang cacat, seperti :
1. Biaya
yang tidak tertutup dari penjualan barang cacat sebaiknya dibebankan ke dalam
pengendalian overhead pabrik dan
dilaporkan secara periodik kepada pihak manajemen. Mengapa demikian? Ini dikarekan biar bagaimanapun kerusakan atau barang cacat ini merupakan angka penjualan yang berubah menjadi biaya akibat produk yang tidak laku dijual sehingga dibebankan dalam pengendalian BOP aktual serta hal tersebut merupakan informasi yang penting bagi manajemen untuk mengontrol angka produk cacat juga sebagai dasar untuk melakukan penelusuran lebih lanjut terkait penyebab produk yang rusak atau cacat tersebut.
2. Jika
biayanya cukup besar, sehingga mendistorsi biaya produksi yang dilaporkan,
sebaiknya dilaporkan terpisah sebagai kerugian di laporan laba rugi.
3. Semua
biaya produksi yang dikeluarkan untuk barang cacat sebaiknya ditentukan dan
dikeluarkan dari kartu biaya pesanan dan akun “barang dalam proses” di dalam ledger (buku besar).
4. Jika
barang cacat memiliki nilai sisa, maka barang cacat tersebut harus disimpan
sebagai persediaan sebesar nilai sisanya. Selisihnya yang tidak tertutup oleh
nilai sisa sebaiknya dibebankan ke pengendalian overhead pabrik. Buku pembantu overhead pabrik digunakan untuk
biaya yang tidak tertutup dari penjualan barang cacat sebaiknya disimpan untuk
laporan periodik ke manajemen.
5. Bila
barang cacat dapat diprediksi tapi tidak dapat dihilangkan, tarif overhead yang telah ditentukan
sebelumnya harus disesuaikan dengan memasukan biaya barang cacat ke dalam
overhead total. Sebelum tarif yang ditentukan, biaya yang tidak tertutup dari
penjualan barang cacat sebaiknya di estimasikan dan dimasukkan dalam total
anggaran overhead pabrik untuk periode itu. Dalam pendekatan ini tentunya akan meningkatkan
tarif yang ditentukan sebelumnya untuk periode tersebut, yang pada akhirnya
meningkatkan biaya overhead yang
dibebankan ke setiap produk.
Terkait penjurnalan dari barang cacat yang diakibatkan oleh pihak
internal perusahaan itu sendiri, maka kita gunakan kembali contoh kasus diatas,
hanya saja letak kesalahannya bukanlah pada pelanggan lagi dan setengah dari
kursi yang cacat tidak dapat dijual oleh perusahaan, dimana jurnalnya yaitu :
Persediaan barang cacat 1.000
Pengendalian overhead pabrik 1.000
Harga pokok penjualan 36.500
Barang
dalam proses 38.500
Semoga bermanfaat ya. . . :-)
https://kazenime22.blogspot.com/2020/01/akuntansi-biaya-analisis-economic-order_4.html
https://kazenime22.blogspot.com/2019/12/akuntansi-biaya-memahami-penjurnalan.html
https://kazenime22.blogspot.com/2020/01/akuntansi-biaya-sistim-activity-based.html
http://kazenime22.blogspot.com/2019/08/akuntansi-biaya-perbedaan-biaya-dan.html
http://kazenime22.blogspot.com/2019/08/akuntansi-biaya-tiga-bidang-akuntansi.html
https://kazenime22.blogspot.com/2019/11/logistik-manajemen-pergudangan.html https://kazenime22.blogspot.com/2019/11/logistik-memahami-pengelolaan-safety.html
https://kazenime22.blogspot.com/2020/01/akuntansi-biaya-analisis-economic-order_4.html
https://kazenime22.blogspot.com/2019/12/akuntansi-biaya-memahami-penjurnalan.html
https://kazenime22.blogspot.com/2020/01/akuntansi-biaya-sistim-activity-based.html
http://kazenime22.blogspot.com/2019/08/akuntansi-biaya-perbedaan-biaya-dan.html
http://kazenime22.blogspot.com/2019/08/akuntansi-biaya-tiga-bidang-akuntansi.html
https://kazenime22.blogspot.com/2019/11/logistik-manajemen-pergudangan.html https://kazenime22.blogspot.com/2019/11/logistik-memahami-pengelolaan-safety.html
Comments
Post a Comment