AKUNTANSI BIAYA : MEMAHAMI REWORK DAN SCRAP



A.  Pengerjaan Ulang (Rework)
Rework adalah unit produksi yang tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh customers atau konsumen, akan tetapi diperbaiki dan dijual sebagai unit selesai baik.  Dari definisi atau pengertian di atas dapat diambil contoh, misalnya cacat unit komputer atau telepon terdeteksi selama atau setelah proses produksi. Tetapi sebelum unit dikirim ke pelanggan, dilakukan pengerjaan ulang dan dijual sebagai produk yang baik.


Biaya pengerjaan ulang (rework costs) merupakan biaya standar atau aktual yang dihabiskan untuk memperbaiki pekerjaan cacat. Mengolah biaya artinya segala biaya yang tidak perlu dan tambahan, yang mempengaruhi biaya operasional secara keseluruhan.


Pengolahan dalam proses produksi mengacu pada penciptaan produk tambahan, ketika sejumlah item dari produksi awal ternyata rusak atau dibawah standar. Rework yang terjadi karena kesalahan yang berulang bisa mempengaruhi waktu pelaksanaan produksi karena akan mengakibatkan keterlambatan.


Di samping itu, barang yang diproduksi dari kesalahan pengerjaan akan terbuang percuma dan tidak bermanfaat (biaya tak terduga). Oleh sebab itu, teliti dan konsisten dalam proses pemeriksaan produk sangat penting agar dapat meminimalkan lolosnya produk cacat yang akhirnya dapat memangkas biaya rework.


Selain itu, perlu diperhatikan agar mengambil serangkaian langkah untuk melacak biaya rework dan menentukan hubungan yang lemah dalam proses produksi. Beberapa langkah diantaranya sebagai  berikut :


1.  Tentukan tahap individual dari proses produksi secara rinci. Catat tindakan yang terjadi setiap tahap, seperti lukisan vas atau menambahkan kaki dari action figure. Memiliki gambaran yang jelas tentang fitur (karakteristik) produk ketika keluar tahap produksi. Ini akan membantu dalam menentukan tahap di mana kesalahan produksi yang terjadi.

2.  Tentukan biaya harian produksi, menyimpulkan biaya bahan baku yang digunakan, upah tenaga kerja, dan pemeliharaan mesin. Membagi biaya produksi harian berdasarkan jumlah produk harian dengan jumlah produk yang di produksi dalam satu hari untuk memperoleh biaya produksi per unit. Informasi ini diperlukan untuk menentukan uang yang terbuang pada produk rusak.

3.   Kumpulkan produk rusak dalam dua tempat yang berbeda di pabrik, atau yang biasanya digunakan istilah pemisahaan dengan dua kolam renang. Di mana satu kolam (pool A) harus berisi produk yang rusak dengan kesalahan kecil, yang dapat di loop ulang, diperbaiki dan dikirim kembali ke jalur produksi.

    Sementara kolam lain (pool B) harus terdiri dari produk yang sama sekali tidak berguna, hanya bisa dibuang. Produk pool B tidak dapat dikerjakan ulang, sehingga perlu membuang atau mendaur ulang mereka.

4. Kalikan jumlah kolam renang produk A dengan biaya produksi per unit untuk menentukan jumlah kehilangan uang yang diderita perusahaan karena produk rusak. Produk harus tetap di kolam renang selama 24 jam sehingga perusahaan dapat merekam jumlah mereka dan biaya finansial, sebelum mereka memasuki loop ulang.

5. Simpan catatan sehari – hari jumlah rework dan biaya mereka. Perusahaan bisa menggunakan perangkat lunak spreadsheet, seperti Microsoft Excel atau OpenOffice Calc. Untuk tugas ini. Karena biaya bahan baku atau upah pekerja berfluktuasi, biaya rework dapat berubah, bahkan jika jumlah rework tetap stabil.

6.  Periksa kesalahan produk sebelum mereka memasuki loop ulang sehingga ketika keluar dari tahap produksi, manajemen dapat dengan mudah mengetahui di mana harus mencari akar penyebab kesalahan itu.

    Sebagai contoh, jika beberapa botol tidak memiliki label kembali dan manajemen tahu label kembali terpasang selama tahap 5, maka manajemen dapat mengetahui di mana letak masalah yang paling mungkin terjadi.


Rework merupakan proses untuk membetulkan barang cacat. Pengerjaan kembali yang disebabkan pelanggan, biaya pengerjaan kembali dibebankan ke pesanan dan pelanggan harus membayarnya. Idealnya, jika rework disebabkan oleh kegagalan internal maka :


1. Biaya pengerjaan kembali sebaiknya dibebankan ke pengendalian overhead pabrik dan dilaporkan secara periodik kepada manajemen.

2. Barang cacat sebaiknya dibetulkan jika biaya pengerjaan kembali lebih kecil dari peningkatan dalam nilai realisasi bersih yang akan dihasilkan. Jika tidak, sebaiknya dijual begitu saja, tentunya dengan harga yang sesuai dan dipaparkan letak cacatnya pada customer. Akan tetapi, bagi perusahaan yang sangat menjaga mutu dan citra produk akan memutuskan memperbaiki barang cacat atau memusnahkannya.
          


B.  Bahan Sisa (Scrap)
Scrap adalah bahan baku sisa, terdiri dari bahan baku sisa atau tertinggal sewaktu pelaksanaan proses produksi dan bahan baku cacat atau bahan baku yang rusak karena kecerobohan atau kealaian karyawan. Bahan baku sisa yang mempunyai nilai ekonomis sebaiknya disimpan dan dikumpulkan walaupun tidak ada biaya yang dibebankan ke persediaan bahan baku sisa tersebut.


Hasil dari penjualan persediaan bahan baku sisa dapat dipertanggungjawabkan dengan berbagai cara. Misalnya, sebagai penambah penjualan, berubah penjualan bahan baku sisa atau bahan sisa hasil dari manufaktur produk. Contohnya seperti panjang dan pendek dari operasi kayu, tepi dari operasi plastik molding, dan usang kain serta akhir pemotongan dari operasi sesuai keputusan.


Scrap terkadang dapat dijual dengan jumlah yang relatif kecil. Dalam arti bahwa memo mirip dengan produk sampingan. Letak perbedaannya ialah memo muncul sebagai sisa dari manufaktur proses dan bukan merupakan produk yang ditargetkan untuk pembuatan atau penjualan oleh perusahaan. Bahan baku sisa terdiri dari bahan – bahan berikut ini :

1.   Serbuk atau sisa yang tertinggal setelah bahan baku diproses
2.   Bahan baku cacat tidak dapat digunakan maupun, Di retur ke pemasok.
3.   Bagian rusak akibat kecerobohan karyawan atau kegagalan mesin.

Meskipun, kadang tidak mudah menentukan atau membebankan biaya bahan baku sisa (scrap costs), tapi catatan jumlah bahan baku sisa sebaiknya disimpan. Jumlah bahan baku sisa sebaiknya ditelusuri sepanjang waktu dan dianalisis untuk menentukan apakah tejadi karena penggunaan bahan baku yang tidak efisien dan bagaimana menghilangkannya.

Jumlah yang diperoleh dari hasil penjualan bahan baku sisa yang tidak signifikan dapat dipertanggungjawabkan dengan berbagai cara, yaitu sebagai berikut :


1.   Jumlah yang diakumulasikan di “penjualan bahan baku sisa” ditutup ke ikhtisar laba rugi dan ditampilkan di laporan laba rugi sebagai “penjualan bahan baku sisa” atau “pendapatan lain – lain”. Cara perjurnalan atau pencatatannya yaitu :

Kas/Piutang                                                         Rp xxx
             Penjualan bahan baku sisa/perbaikan             Rp xxx


2.  Jumlah yang diakumulasikan dapat dikreditkan ke harga pokok penjualan, sehingga mengurangi total biaya yang dibebankan ke pendapatan penjualan untuk periode itu sehingga meningkatkan laba periode itu dengan penjurnalannya yaitu sebagai berikut :

Kas/Piutang                                                          Rp xxx
               Harga Pokok Penjualan                                  Rp xxx

 
3.  Jumlah yang diakumulasikan bisa juga dikreditkan ke pengendalian overhead pabrik sehingga mengurangi biaya overhead pabrik untuk periode itu. Cara menjurnalnya yaitu :

Kas/Piutang                                                           Rp xxx
                Pengendalian overhead pabrik                       Rp xxx

4.  Jika bahan baku sisa dapat ditelusuri langsung ke pesanan individual, jumlah realisasi penjualan bahan baku sisa dapat diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku yang dibebankan ke pesanan itu. Dengan cara penjurnalannya yaitu :

Kas/Piutang                                                            Rp xxx
                 Barang dalam proses                                       Rp xxx


5.  Jika nilai bahan baku sisa teridentifikasi signifikan atau jumlahnya relatif besar, maka jurnal akutansinya :

Persediaan bahan baku sisa                                   Rp xxx
Barang dalam proses                Rp xxx


Bahan baku sisa akan tetap dicatat sebagai persediaan hingga dapat dijual. Jika bahan baku sisa merupakan hasil dari bahan baku yang cacat atau bagian yang rusak, maka harus dianggap sebagai biaya kegagalan internal yang seharusnya dapat dikurangi atau dihilangkan. Sebaiknya kejadian – kejadian tersebut di atas dilaporkan secara periodik ke pihak manajemen agar dapat diambil tindakan yang diperlukan untuk perbaikan mutu.

Semoga ringkasan atau resume materi rework and scrap ini bermanfaat ya. . . :-)

Comments

Popular posts from this blog

TEORI AKUNTANSI : MEMAHAMI SIFAT - SIFAT AKUNTANSI

ANGGARAN PERUSAHAAN : ANGGARAN PADA PERUSAHAAN JASA (SERVICE COMPANY BUDGET)

AKUNTANSI BIAYA : METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COSTING METHOD)