AKUNTANSI KEUANGAN : PENCATATAN HUTANG PAJAK (TAX PAYABLE)



A.  Pengertian Utang Pajak
Berhubungan dengan undang – undang perpajakan yang dibuat oleh pemerintah terkait pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai di Indonesia, maka setiap perusahaan yang memenuhi syarat dengan sendirinya memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan akuntansi untuk transaksi perpajakan.


Utang pajak itu sendiri dapat timbul dikarenakan oleh 2 kondisi, yaitu kondisi  formil dimana timbulnya utang pajak karena adanya surat ketetapan yang dikeluarkan oleh petugas pajak sehingga wajib pajak hanya perlu membayar sesuai perhitungan yang telah dibuat petugas pajak tanpa perlu menghitungnya sendiri.


Sedangkan kondisi materil dimana timbulnya utang pajak karena undang – undang atau suatu sebab tertentu yang mengakibatkan suatu pihak dikenakan pajak seperti mendirikan sebuah bangunan, aktivitas ekpor dan impor, mendapat hadiah undian.


Dengan adanya sistim perhitungan pajak self assessment dalam pemungutan pajak, maka otoritas perpajakan melayani pelunasan berbagai utang pajak perusahaan berdasarkan catatan perusahaan tersebut. Berbagai pajak yang dimaksud meliputi pajak perusahaan  serta pajak – pajak lainnya yang dipungut dan dipotong oleh perusahaan untuk disetorkan kepada negara.


Dalam hal ini, utang pajak perusahaan yang dimaksud ialah utang pajak penghasilan (PPh). Pajak ini diperhitungkan berdasarkan laba yang diperoleh  atau dihasilkan oleh perusahaan dalam periode  tertentu. Terkait pajak penghasilan ini, perlu diketahui juga istilah laba komersial dan laba fiskal.


Laba komersial merupakan laba atau keuntungan yang diperoleh atau dihasilkan oleh perusahaan dan tercatat didalam laporan laba rugi perusahaan tersebut yang dihitung berdasarkan penerapan dari Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku umum.


Sedangkan laba fiskal merupakan laba yang dihitung dengan menambahkan koreksi fiskal positif dan mengurangkan koreksi fiskal negatif atas laba komersial yang tercatat dalam laporan laba rugi perusahaan.


Terjadi perbedaan angka antara kedua jenis laba diatas dikarenakan terdapat perbedaan  dasar dalam pengakuan pendapatan dan beban antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Undang – Undang Perpajakan yang berlaku.



B.  Penjurnalan Utang Pajak
Sudah menjadi tugas dan tanggungjawab seorang akuntan untuk mencatat setiap transaksi yang terjadi terkait perekonomian perusahaan, salah satunya ialah utang pajak. Meskipun bukan bagian dari beban inti, akan tetapi pajak merupakan salah satu bentuk beban perusahaan yang wajib dibayarkan selama perusahaan tersebut masih beroperasi.


Ini tentunya akan mengurangi laba perusahaan serta mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan, khususnya terkait likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pencatatan serinci mungkin agar dapat memberikan informasi keuangan yang jelas dan akurat. Berikut ini contohnya agar dapat lebih memahami terkait pencatatan pada utang pajak :


Misalnya di tahun 2019 PT. Mirai Cheung Perwira berhasil mencetak laba komersial sebesar Rp 500.000.000. Dari informasi keuangan dalam laporan laba rugi tersebut, diperhitungkan koreksi positif sebesar Rp 100.000.000 dan koreksi negatif sebesar Rp 50.000.000. Tarif pajak penghasilan sebesar 25%. Maka, atas informasi keuangan tersebut perusahaan dikenakan pajak penghasilan sebesar :

Laba Komersial                               Rp 500.000.000
Koreksi Fiskal :
          Koreksi positif                       Rp 100.000.000
          Koreksi negatif                      Rp  (50.000.000)

Dasar Pengenaan Pajak                  Rp 550.000.000
Tarif PPh                                                           25%
Pajak Penghasilan Terutang          Rp 137.500.000


Untuk melakukan penyelesaian transaksi perpajakan ini, maka PT. Mirai Cheung Perwira secara berturut – turut melakukan penjurnalan berikut :

1.   Ketika perhitungan PPh :

PPh Badan                                                   Rp 137.500.000
          Utang Pajak – PPh Badan                               Rp 137.500.000


2.   Saat pelunasan PPh badan (tanpa pernah mengangsur) :

Utang Pajak – PPh Badan                          Rp 137.500.000
          Kas                                                                     Rp 137.500.000

3.   Jika perusahaan pernah melakukan pembayaran angsuran PPh 25 dan bukti pemotongan PPh 2, PPh 23 dan PPh 24 serta PPh 26 dari pihak lain :

PPh 22          Rp 500.000
PPh 23          Rp 300.000
PPh 24          Rp 200.000
PPh 25          Rp 800.000

Berdasarkan data diatas, maka penjurnalannya ialah :

Utang Pajak – PPh Badan                          Rp 137.500.000
          Uang muka pajak – PPh 22                              Rp      500.000
          Uang muka pajak – PPh 23                              Rp      300.000
          Uang muka pajak – PPh 24                              Rp      200.000
          Uang muka pajak – PPh 25                              Rp      800.000
          Kas                                                                         Rp 135.700.000


Semoga bermanfaat ya... :-)

Comments

Popular posts from this blog

TEORI AKUNTANSI : MEMAHAMI SIFAT - SIFAT AKUNTANSI

ANGGARAN PERUSAHAAN : ANGGARAN PADA PERUSAHAAN JASA (SERVICE COMPANY BUDGET)

AKUNTANSI BIAYA : MEMAHAMI REWORK DAN SCRAP