AKUNTANSI KEUANGAN : 4 ALASAN MENGAPA DILAKUKAN REKAYASA LABA



Prinsip dalam dunia usaha pada umumnya ialah mencari untung sebesar – besarnya dengan biaya yang seminimal mungkin. Untuk dapat merealisasikan prinsip tersebut dalam bisnis yang dikelolanya, dibutuhkan keterampilan manajemen, analisa pasar serta jaringan informasi yang kuat serta luas.


Tentu untuk mewujudkannya, tentunya tidaklah mudah sebab terdapat berbagai tantangan yang akan dihadapi seperti adanya pesaing dengan produk sejenis, pencarian data, mencari suplier yang tepat, memikat hati target market, dan lain - lain.


Tak jarang beberapa manajer menghalalkan segala cara untuk dapat merealisasikan prinsip diatas diperusahaan yang dikelolanya.Salah satunya yang paling terkenal ialah dengan melakukan rekayasa laba.


Secara singkat, rekayasa laba itu sendiri terbagi menjadi dua pengertian, dimana rekayasa laba versi akuntansi yang mana dilegalkan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku dan rekayasa laba versi kecurangan yang secara umum pelaku utamanya ialah dari kalangan manajemen atau petinggi suatu perusahaan.


Menurut Stice (2007), ada 4 alasan yang membuat manajer melakukan rekayasa laba, yaitu sebagai berikut :

1.   Untuk memenuhi target internal
2.   Memenuhi harapan pihak eksternal
3.   Memberikan perataan laba (income smoothing)
4.   Agar laporan keuangan seolah – olah tampak baik (window dressing)

Umumnya setiap manajer memiliki target yang harus dicapai dimana terdapat insentif yang besar yang tentunya akan diterima oleh manajer tersebut jika target tersebut berhasil dicapai.


Selain itu, tidak jarang situasi dan kondisi sangat tidak mendukung untuk tercapainya target tersebut seperti adanya bencana alam, kecelakaan, persaingan yang ketat, iklim bisnis yang memburuk dan lain – lain. Hal ini lah yang memicu manajer untuk menghalalkan segala cara untuk berhasil mencapai target tersebut demi menerima bonus yang besar.


Selain motivasi pihak internal, juga terdapat pihak – pihak eksternal yang juga memiliki hak dan kepentingan terkait suatu perusahaan, seperti investor dan kreditur. Tentunya seorang investor memiliki ekspektasi tertentu yang dapat memberikan keuntungan untuk investor tersebut dimasa yang akan datang ketika ia memutuskan untuk menanamkan modalnya ke dalam suatu perusahaan.


Begitupun juga, kreditur yang juga mengharapkan kinerja bisnis dari debiturnya dalam keadaan baik sehingga pembayaran utangnya dapat terjamin. Bahkan tidak menutup kemungkinan para investor ini akan menambah modalnya atau mengajak pemodal lain ke perusahaan tersebut yang tentunya akan sangat mempengaruhi kualitas manajer dikalangan pebisnis maupun secara umum. 


Hal itulah yang terkadang membuat oknum – oknum manajer tertentu mau menghalalkan segala cara demi menciptakan kinerja keuangan yang seolah – olah baik dan bagus.


Menurut Belkoui (2007:73) dalam Gastino (2015) “perataan laba adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun – tahun yang tinggi pendapatannya ke periode – periode yang kurang menguntungkan.” Lebih lanjut lagi terkait tujuannya, Koch (1981) dalam Sumarno dan Heriyanto (2012) mendefinisikan “perataan laba sebagai suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan.


Terkait kegiatan mempercantik kinerja keuangan atau window dressing ini yaitu kegiataan mempercantik tampilan portofolio (oleh manajer investasi) dan laporan keuangan (oleh perusahaan) sebelum dipublikasikan agar terlihat kinerja keuangan serta kondisi keuangannya dalam keadaan menguntungkan dan baik serta sehat.


Terkait dengan akuntansi, salah satu cara yang dilakukan untuk mempercantik laporan keuangan ialah dengan memanfaatkan pendekatan akuntansi yang berbeda dengan yang lazim digunakan.


Lebih detail lagi Foster (1986) dalam Rahmawati (2012) menyatakan bahwa tujuan perataan laba antara lain adalah sebagai berikut :

1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang.
3.   Meningkatkan keputusan relasi bisnis
4.   Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen
5.   Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

Saran dari penulis sendiri, sebaiknya hindari lah yang namanya rekayasa laba dalam arti kecurangan dan tindakan manipulatif. Sedangkan terkait rekayasa laba yang tersedia dan dibenarkan dalam aturan akuntansi, maka perlu telaah dengan logika yang objektif apakah rekayasa tersebut melanggar nilai – nilai kebaikan secara objektif atau tidak (seperti mengandung unsur penipuan atau manipulatif, dapat merugikan pihak tertentu dan sebagainya). Berbisnis boleh, tapi yang halal – halal saja ya.

Comments

Popular posts from this blog

TEORI AKUNTANSI : MEMAHAMI SIFAT - SIFAT AKUNTANSI

ANGGARAN PERUSAHAAN : ANGGARAN PADA PERUSAHAAN JASA (SERVICE COMPANY BUDGET)

AKUNTANSI BIAYA : METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COSTING METHOD)